Sabtu, 15 Desember 2007

GCM-114 Palungan *)

Momen Natal selalu dikaitkan dengan kelahiran Sang Manusia. Memang betul adanya, tetapi ada makna yang perlu mendapat perhatian dengan seksama.Kehadiran Sang Manusia dalam kandang domba, melalui Maria dan Yusuf, lalu dihadiri oleh para gembala dan para sarjana patut menjadi bahan refleksi bagi kita semua.

Bahan refleksi di tengah-tengah hiruk-pikuk dalam kehidupan yang semakin menonjolkan ego, akal manusia, dan kekuatan duniawi.Maria dan Yusuf merupakan saluran bagi Allah untuk menghadirkan Sang Penebus dosa. Para gembala dan para sarjana dari timur merupakan saluran bagi kelahiran Sang Manusia. Kekuatan bahwa Maria, Yusuf, para sarjana dan para penggembala domba bukan semata mereka hadir. Tetapi lebih dari kekuatan yang ada dalam diri mereka semua untuk melihat, menyaksikan kelahiran Sang Penebus dosa manusia, dalam palungan.

Palungan merupakan tempat yang paling sederhana bahkan hina. Hina karena sebetulnya manusia lahir di rumah sakit (kalau ada) atau minimal rumah. tetapi Sang Manusia lahir di kandang domba. Ini yang sungguh luar biasa.Kerendahan hati Maria, Yusuf melahirkan di kandang domba. Lalu merebahkan Sang Manusia dalam palungan itu sungguh kekuatan di luar manusia. Kerendahan hati para sarjana, kerendahan hati para penggembala domba untuk menyaksikan dan menyambut kelahiran Sang Manusia.

Sungguh kehadiran Sih Rahmat dari Allah Bapa dalam hati dan pikiran Maria, Yusuf, para sarjana dan para penggembala itulah yang memberikan kerendahan hati. Tanpa Sih Rahmat Allah manusia tidak mampu dan mau sampai pada taraf kerendahan hati. Niat saja tampaknya belumlah cukup.Palungan merupakan tanda kerendahan hati Maria, Yusuf, para sarjana dan para penggembala dalam menyambut kehadiran Sang Manusia.

Tataplah palungan dalam gua-gua natal yang ada dalam setiap gereja. Ingatlah palungan sebagai tanda kerendahan hati di saat kita tinggi hati.Marilah kita mohon kepada Allah Bapa agar dicurahi Sih Rahmat kerendahan hati sehingga kita sungguh-sungguh dapat tersenyum bahagia di tengah-tengah kerlap-kerlip kehidupan yang semakin meninggikan hati.

*) Dimuat glorianet.org/kukuh

Selasa, 04 Desember 2007

GCM-113-Titik

Titik *)



Titik dalam penulisan berarti berhenti, stop. Jika membaca kalimat lalu ada tanda “titik” artinya berhenti.

Tetapi jika “titik” digabung dengan kata “terang” menjadi “TITIK TERANG” dipahami sebagai cahaya, ada pencerahan. Dan pencerahan itu tidak terlalu besar tetapi pas. Waaah saya mendapat titik terang, sekarang. Artinya mendapat pencerahan apa pun bentuknya.

Saat kita tersesat dalam kegelapan lalu ada “TITIK TERANG” kita ada harapan. Harapan bahwa ada jalan yang akan dilalui.

Kegelapan hidup sewaktu-waktu dapat menyelimuti kita. Apa pun latar belakang pendidikan dan kondisi ekonomi. Kegelapan selalu ada, sadar atau tidak. Kalau tidak sadar sayang sekali. Tetapi kalau sadar, bersyukurlah.

Bersyukur, bahwa saya dan Anda akan mendapat “TITIK TERANG”. Ibarat kita melihat di langit saat malam hari. Yang terlihat hanya titik-titik terang. Titik terang itulah yang akan menuntun saya dan Anda dalam hidup yang penuh kegelapan ini.

Pengalaman-pengalaman iman itulah yang dapat menjadi ”TITIK TERANG”. Kalau saya dan Anda dalam kegelapan, kumpulkanlah “TITIK TERANG” yang pernah diterima dari Bapa. Kumpulan itulah yang mampu menerangi jalan hidup selanjutnya.

TITIK TERANG yang saya dan Anda imani tidak lain adalah Allah Bapa sendiri. Jadi kumpulkanlah TITIK TERANG maka sampailah saya dan Anda pada Sang TITIK TERANG …. Amin.

*) Inspirasi dari B. Paulina, terima kasih

Dimuat www.glorianet.org/kukuh/113

GCM-112-Tenggelam

Tenggelam



Lukas 18:35-43

Saat masih kecil tingkat sekolah dasar, saya bermain, salah satunya, di kali metro (sungai). Saya bisa berenang karena belajar di kali metro. Dan, saya pernah tenggelam.

Firman pagi ini mengisahkan pengemis buta duduk di pinggir jalan yang mendengar Yesus Sang Juru Selamat lewat. Itu terjadi di jaman Yesus.
Kondisi di atas masih relevan dengan situasi modern sat ini. Di pinggir jalan raya pengemis buta menjadi pemandangan sehari-hari.

Kisah firman Allah tentang pengemis buta tentu tidak tepat jika dikaitkan dengan kita yang ada di tempat ini. Mengingat masing-masing pribadi yang ada, bukan pengemis dan tidak buta. Ada hal menarik dari firman Allah jika dikorelasikan dengan dunia moderen adalah ada buta fisik dan buta Iman.
Buta Iman diartikan sebagai manusia beradab yang hidup dalam dunia moderen semakin sulit melihat Yesus Kristus Sang Juru Selamat. Kita makin terbutakan terhadap campur tangan Yesus Kristus Putra Allah. Kita masing-masing terlena oleh kehidupan moderen sehingga Iman kita buta terhadap penyelenggaraan Allah Bapa.

Yang membutakan Iman terhadap Yesus Kristus Sang Penyembuh salah satunya, rutinitas. Iman terhadap Yesus Kristus tergilas oleh rutinitas hidup setiap hari. Kita terlena oleh rutinitas pekerjaan, aktivitas dan hal-hal yang makin menyibukkan kita. Mestinya Iman yang mewarnai pekerjaan tapi yang terjadi sebaliknya. Rutinitas menenggelamkan Iman.

Pagi ini, kita jadikan titik balik. Bukan lagi rutinitas menggilas Iman tetapi Iman yang mewarnai setiap kesempatan, apa pun jabatan, status, dan peran sosial kita masing-masing.

Kesadaran terhadap keterbatasan kita, marilah kita merendahkan diri, membuka hati dan mengarahkan Iman kita terhadap Yesus Sang Penyembuh melalui peristiwa sehari-hari. Agar kita selalu menjadikan Iman mewarnai setiap apa pun yang kita pikirkan. Apapun yang kita bicarakan. Apapun yang kita lakukan.

Jadi.. bukankah kita ternyata pengemis buta hidup di jaman moderen terhadap Yesus Sang Penyembuh?

*) Disampaikan saat Renungan pagi 19 November 2007

Dimuat www.glorianet.org/kukuh/112

GCM-111-Terlambat

Terlambat


Saat berada di bangku kuliah semester dua, saya mempunyai angan-angan menjadi penulis. Dalam kamar di rumah Janti, dengan mesin ketik lawas saya menulis kalimat, saat orang tidur nyenyak, saya menulis. Saat bangun pagi, orang membaca tulisan saya. Angan-angan saya terwujud tahun 2003. Saat tulisan saya dimuat pertama di www.glorianet.org (Kolom Kita). Bahkan oleh Glorianet saya dibuatkan tempat khusus, sampai sekarang. Puji syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus.

Di dalam kamar itu, saya mempunyai angan-angan, saya bisa ngetik di dalam kamar khusus. Saya bisa berkarya dan berkarya dengan tulis menulis. Bulan Juni 2006, angan-angan tersebut. Karena saya menempati rumah bersama keluarga (anak Mario, dan istri Lulu) di Bareng. Ada beberapa ruang. Satu ruang khusus saya isi dengan seperangkat komputer kecuali printer. Tentu saja dengan buku-buku berserakan.

Baru akhir bulan Oktober 2007, saya baru menyadari dan bisa menuliskan dua hal di atas. Saya ingin mengatakan bahwa saya terlambat menyadari bahwa Tuhan Yesus memenuhi, menempati, menjawab angan-angan, keinginan saya. Sejak tahun-tahun lalu. Dan saya baru menyadari akhir-akhir ini.

Itulah yang saya katakan, terlambat. Saya (dan Anda) sering terlambat mengucap syukur, atas berkat yang Tuhan Yesus berikan kepada saya (dan Anda). Karena memang pemberian Allah Bapa tidak langusng kasat mata. Tetapi Pemberian Allah Bapa sangat “halus”, “pelan” sehingga kita sendiri tidak menyadari pemberian Allah Bapa atau kalau menyadari setelah lewat beberapa waktu lamanya.

Tuhan Yesus Kristus mohon ampun atas keterlambatan saya (dan Anda) mengucap syukur untuk pemberian, dan jawaban tentang angan-angan saya beberapa tahun lalu. Tuhan Yesus sangat senang dan bahagia karena Tuhan Yesus mengingatkan saya untuk mengucap syukur atas berkat yang telah saya terima dan nikmati sekian lamanya. Tuhan Yesus puji syukur atas segala hal baik dan membahagiakan yang boleh kami sekeluarga dan Anda terima. Amin!!