Rabu, 29 April 2009

Mendidik Kreatif

Mendidik Dengan Kreatif

Materi : Tetap

Sumber Materi : Luas dan mendalam

PBM : Komunikatif, punya nilai edukasi, adaptasi, tantangan, aktualisasi diri

Akademis

Emosi

Relasi

Tantangan

Kinestetik

Konvensional : membaca buku paket saja, mendengarkan saja, mengerjakan lat soal, ulangan teks book.



Guru Kreatif

Agar : keluar dari rutinitas dan kebiasaan

Kendala : malu (tidak biasa dann seperti lain, dianggap aneh)

Jika : segar

Tujuan : menarik, lebih melekat


Model IKI

Inovatif : cara penyajian, berani mewujudkan

Kreatif : Vertikal (lebih dalam), horisontal (Lebih luas)

Inspiratif : Menghidupkan potensi imajinasi, memberi tantangan

Menulis dengan Emosi

Menulis dengan Emosi-Panduan Empatik Mengarang Fiksi,
Carmel Bird, Kaifa, Bandung, 2001

Menulis adalah seni yang begitu rumit, sungguh rumit memahami apa yang Anda coba keluarkan dari imajinasi Anda sendiri, dari kehidupan Anda sendiri (Willliam Kennedy)
Menulislah-pada saat awal- dengan hati. Setelah itu, perbaiki tulisan Anda dengan pikiran. Kunci pertama menulis adalah bukan pikiran, melainkan mengungkapkan apa saja yang dirasakan (William Foster)
Saat ini saya sangat bergembira. Saya merasa telah menemjkan suara saya, seperti. Saya tahu saya memainkan nada yangtepat, nada yang saya inginkan (John de Carre)
Dia yang tidak bisa menolong tidak akan menemukan kawanannya (Charles Simic)
Permainanlah, bukan kepatuhan yang menjadi urat nadi, yang menjadi inti yangmenjadi batang otak dari kehidupan kreatif (Clarissa Pinkola Estes)
Semua bahan untuk karya sastra tidak lain adalah kehidupan masa lalu saya (Marcel Proust)
Imajinasi tanpa realita akan membusuk (Angela Carter)
Tentunya, di lubuk hati, segala yang ditulis oleh penulis harus merupakan bagian dan berasal dari diri si penulis sendiri (Graham Swift)
Kalau soa kata, masalahnya adalah siapa yang menjadi tuan, itu saja (Hampty Dumpty)
keberanian adalah hal penting yang pertama (Katherine Annel Porter)
Kita tidak bisa begitu saja menceritakan cara memulai sebuah nocel.. Ini ibarat perlahan jatuh cinta kepada seseorang, kita tidak yakin kapan awalnya (Christoper Koch)
Seniman sejati adalah oarng yang tidak pernah menganggap remeh apa pun (Nabokov)
Saya berhati-hati agar tidak membuat kesalahan. Sungai saja tidak pernah mengalir ke hulu (Elizabeth Jolley)
Aku hanya ingin dunia murni dari diriku dan tulisanku, ketika tulisan layaknya suatu religi (Barbara Hanrahan)
Jika Anda ingin mencipta, Anda harus mengorbankan kedangkalan, sedikit rasa aman, dan rasa ingin disukai. Anda harus menata wawasan Anda yang paling kuat, visi Anda yang paling jauh (Clarissa Pinkola Estes)
Carilah asal usul psikologis dari kelumpuhan itu (Anais Nin)
Ketika berbicara tentang masa kecil mereka, para penulis nyaris mencapai pusat misteri diri mereka sendiri (Seamus Heaney)
Anak, seperti juga hewan, menggunakan semua indra mereka untuk menemukan dunia. Kemudian seniman datang dan menemkannya lagi dengan cara yang sama (Eudora Welty)
Saya tidak pernah kehilangan masa kecil saya dan mudah-mudahan tidak akan pernah, karena itulah mata air dan sumber tulisan saya (Edna O'Breen)
Seorang novelis dapat melakukan apa pun yang dia inginkan sepanjang dia membuat orang mempercayainya (Gabriel Garcia Marquez)
...dalam kehidupan nyata bisa ada akibat tanpa sebab, sebab tanpa akibat. Akan tetapi, di dalam fiksi tidak begitu (Fay Weldon)
..lewat ciptaan, Anda membuat sesuatu yang bukanperwakilan melainkan suatu hal yang benar-benar baru, yang lebih benar daripada apapun yang benar dan hidup, serta Anda membuatnya hidup dan apabila Anda membuatnya dengan cukup baik, Anda memberinya keabadian. Itulah alasan Anda menulis (Ernest Hemingway)
Saya baru menyadari saat saya mulai menulis betapa banyak yang tidak saya ketahui bahwa saya tahu dan ketika saya mulai menulis ia keluar secara refleks (Mary Lavin)
Lamunan adalah dasar dari segala fiksi (Colin Wilson)
Pujian terbesar untuk karya saya tertuju kepada imajinasi, padahal sebenarnya tidak satu pun baris dalam smua karya saya yang tidak berpijak pada kenyataan (Gabriel Garcia Marquez)
Kalau saya bercerita, saya suka menempatkan adegan yang sedang saya tulis di depan saya. Hal itu membuat saya lebih akrab dengan apa yang terjadi dan membantu saya masuk ke dalam tokoh-tokohnya (Umberto Eco)
Ketika menulis, separo yang Anda lakukan dilakukan secara tidak sadar, dan tugas Anda adalah menata kegiatan bawah sadar ini (Christoper Koch)
Orang yang kembali ke buku harian adalah orang yang mencari dirinya, penyusunan jalan menuju pengembangan dan keasadaran, jalan menuju kreatifitas (Anais Nin)
Saya banyak mencatat malah buku catatan saya sudah terlalu tebal sehingga kurang menyenangkan. Memang saya punya naluri yang langsung bereaksi bagitu saya mengenali hal-hal yang bisa dimasukkan dalam suatu buku yang belum saya tulis (David Foster)
Saya bekerja sepanjang waktu dalam benak saya-di atas kerja buram karena saya tidak bisa mengingat segalanya (Elizabeth Jolley)
Saat menemukan perjalanan panjang bawahlah mesin tik dan kertas, serta manfaatkan sebagian besar waktu Anda (Dorothea Brande)
Ketika buku pertama saya diterbitkan hari itu saya habiskan dalam mimpi, bahagia (Enind Bagnold)
Yang terpenting adalah menemukan pesan yang membebaskan, memerdekakan respon tak sadar seseorang (Anais Nin)
Bunyi kata yang tertuang dihalaman kertas mengawali proses pengujian kebenarannya (Endora Welty)
Aku menulis bukan karena aku memahami dunia, melainkan karena aku tidak memahaminya (Gerald Murnane)
Ini hanya masalah ketekunan-sedikit bakat. Pokoknya jangan menyerah. Maka permainan belum berakhir (William Kennedy)

Bareng, 21.17, 290409

Buku ini saya dapat dari Pak Yosef Mangkung. Saya sudah membaca tiga buku tentang kepenulisan. Saya bahagia dan bersykur. Semoga pembaca mendapat manfaatnya.

Inti Sari Menulis

Inti sari ini saya temukan di chiken soup semoga bermanfaat

Chiken Soup for tha Writer's Soul
Para penulis berbagi cerita Harga Sebuah Impian dan kisah-kisah nyata lainnya
Jack Canfield, Mark Victor Hansen, Bud Gardner, Gramedia, Jakarta, 2007

Ada satu hal yang dimiliki semua penulis sukses : tabah menghadapi penolakan.
Lebih banyak orang mempunyai bakat daripada disiplin. Itu sebanya disiplin dibayar lebih tinggi (Mike Price)
Rasa takut ditolak lebih buruk daripada penolakan itu sendiri (Nora Profit)
Lakukanlah dan kau akan mempunyai kekuatan (Ralph Waldo Emerson)
Aku ingin memberitahu dunia satu kata saja. Karena tidak bisa melakukannya, aku menjadi penulis (Stanislaw Lec)
Dan masalahnya adalah, jika kau tidak mengambil resiko apa pun, kau akan menanggung resiko yang lebih besar (Erica Jong)
Dan tidak ada ruginya kau mengulangi, sesering mungkin,”Tanpa aku industri buku takkan ada; para penerbit, agen, sub-agen, sub-sub agen, akuntan, pengacara penuntut, fakultas sastra, profesor, tesis, buku kritik, pengulas, halaman-halaman buku-semua struktur luas yang berkembang biak ini ada karena orang kecil yang dihina, disepelekan dan dibayar kurang ini.” (Doris Lessing)
Tidak ada hal luar biasa yang telah dicapai kecuali oleh mereka yang berani percaya bahwa sesuatu di dalam diri mereka lebih unggul daripada keadaan (Bruce Barton)
Ketika kamu berbicara, kata-katamu hanya bergaung ke seberang ruangan atau di sepanjang koridor. Tapi ketika kamu menulis, kata-katamu bergaung sepanjang zaman (Bud Gardner)
Di balik kerja keras terdapat peluang, karena itu kebanyakan orang tidak melihatnya (Ann Landers)
Kata-kata adalah pakaian yang dikenakan pikiran (Samuel Butler)
Bahan mentah karya-karya besar hanyut mengapung mengitari dunia, menunggu untuk dibungkus dengan kata-kata (Thornton Wilder)

Ada pepatah kuno : Jika kau gagal, penyebabnya karena kau mencoba. Jika kau berhasil, penyebabnya kau menggunakan sebuah peluang. Peluang datang dalam bentuk terselubung. (h.17)
Menulis adalah sejenis doa, yang terus membantuku mencapai dan menaklukkan hidupku tanpa merasa, pada akhirnya, ditaklukkan olehnya. (h.25)
Kuminta kalian jangan salah paham; uang itu menyenangkan. Aku menyukainya. Dan kenyataan yang hebat adalah, sejak berhenti memujanya, aku menghasilkan lebih banyak uang daripada sebelumnya. Tapi uang bagiku merupakan produk sampingan yang menyenangkan dari menulis; uang bukan alasanku menulis (32)
Tapi jika inilah satu-satunya pekerjaan yang cocok untuk kalian , jika inilah pekerjaan yang menghidupkan jiwa kalian, maka terjun dan bekerja keraslah. Berjuang, menangis, dan gigihlah menulis. (32)
Jangan sampai kau meragukan dirimu sendiri. Kau akan rugi (39)
Karena bahkan saat itu pun aku tahu jika seseorang ingin menjadi penulis, ia harus menulis, bukan membicarakannya (40)
“Sikapmu adalah segalanya. Yakinlah kepada dirimu sendiri dan percayalah kepada materimu. Untuk menjadi penulis berhasil, menulislah setiap haruskanlah dirimu entah kau menginginkannya atau tidak. Jangan pernah putus asa dan dunia akan memberimu anugerah yang melampaui impianmu yang paling mustahil (50)
Aku beruntung: seseorang benar-benar menghadapkanku dengaan kekuatan pekerjaanku. Hal ini membuatku menyadari bahwa pada akhirnya menulis bukanlah tentang uang. Uang adalah peristiwa besar, kejadian hebat yang meskipun menyenangkan, tidak bertahan lama dalam hati. Menulis adalah tentang frase-frase yang mengesankan, penggambaran yang menyentuh. Menulis adalah tentang tersambung dengan pemahaman orang lain mengenai dunia (54)
Aku sudah cukup kesulitan menyampaikan kebenaran di dalam fiksi; aku tidak perlu secara sadar mengkhawatirkan pesan yang diterima oleh pembaca. Itu bukan pekerjaanku. Aku tidak perlu menyelamatkan dunia. Aku hanya perlu memastikan bahwa pembaca menikmati membaca apa yang telah kutulis (59)
Aku telah belajar bahwa cara paling pasti untuk mewujudkan impianku sendiri adalah dengan membantu orang lain mencapai impian mereka (59)
Ikuti hatimu. Kerahkan keberanian untuk mewujudkan impianmu. Tidak ada di antara kita yang benar-benar mengetahui berapa banyak waktu kita yang tersisa. Menulis adalah tugas kita. Itulah tanggungjawab kita di bumi ini. Jika kau gemar menulis, jangan tunda prosesnya. Menulsilah setiap hari, penuhi hidupmu dengan khayalan yang tak kenal takut akan kesulitan melakukannya, tapi disiplin yang kamu jalani akan membentuk dan mengisi hidupmu. (64)
Ada sesuatu yang menarik dalam memahat kata-kata – menambang permata dari alam bawah sadar yang kreatif- yang membuat waktu terasa terbang (71)
Yang bisa kita dilakukan sebagai penulis hanyalah mencoba, mengerahkan usaha, menabur benih, dan menuai panen apa pun yang diberikan dengan penuh suka cita dan syukur (75)
“menulis,” katanya, “seperti mengirimkan pesan bersandi ke ruang angkasa. Kamu tidak pernah tahu apakah di sana ada orang yang menerimanya.”(78)
Profesiku bukan penulis, aku hanya ingin memberi mereka sesuatu yang akan mengungkapkan cintaku kepada mereka. Tapi ketika aku mulai menulis, pengalaman itu terasa seperti sebuah peristiwa mistis. Cerita itu mulai menulis diri sendiri, memasuki pikiranku sendiri seperti aliran ilham yang deras (101)
Aku tidak paham hal itu, tapi aku telah belajar bahwa penulis menghasilkan sesuatu dari nol. Kami membuat impian menjadi kenyataan. Itulah sifat kami, misi kami. Kami dilahirkan untuk melakukannya. Aku takkan pernah melepaskan impianku lagi. Tidak pernah (117)

Bareng, 20.17,29.04.09

*) Aku dapat buku ini merupakan jawaban atas pencarianku buku tentang menulis. Saya sangat bahagia dan bersyukur. Terima Kasih...

Rabu, 22 April 2009

Saat Menulis

Alirkan Jati Dirimu
Natalie Goldberg, Mizan, 2005

1.Buku ini tentang menulis juga, tentang menulis sebagai latihan, sebagai sebuah cara untuk membantu Anda menyelami kehidupan dan menjadi seimbang (h.25)
2.Percayalah pada apa cinta dan ia akan membawamu kemana kamu ingin pergi. (h.25)
3.Saya menemukan bahwa ketika saya menuliskan sesuatu yang emosional, saya harus menuliskannya pertama kali secara langsung dengan tangan di atas kertas. Tulisan tangan lebih terhubung dengan gerakan hati(31)
4.Ini adalah mahzab latihan menulis. Seperti berlari, semakin sering Anda melakukannya, akan semakin baik hasilnya. Sesekali Anda tidak ingin berlari dan Anda enggan melangkahkan kaki untuk menempuh jarak tiga mil itu, toh Anda tetap melakukannya. Anda tetap berlatih, suka atau tidak suka. Anda tidak duduk menanti ilham dan hasrat mendalam untuk berlari (37)
5.Jika setiap kali akan duduk menulis Anda mengharapkan sesuatu yang hebat, menulis akan selalu menjadi kekecewaan besar. Plus, harapan itu akan membuat Anda menjauhi menulis (38)
6.Dalam menulis, ketika Anda benar-benar larut, tidak ada si penulis, tidak ada kerta, tidak ada pulpen, tidak ada pikiran. Hanya menulis yang menulis-yang lainnya lenyap (39)
7.Roshi Katagiri: kehendak kecilmu tidak bisa melakukan apa-apa. Diperlukan Tekad Besar. Tekad besar bukan berarti hanya kamu yang melakukan usaha. Artinya seluruh alam semesta ada di belakangmu dan bersamamu-burung-burung, pepohonan, langit, bulan dan sepuluh penjuru.” Tiba-tiba, setelah lama terpendam, Anda selaras dengan bintang-bintang atau masa atau lampu hias ruang makan di atas kepala Anda, dan tubuh Anda merekah terbuka dan berbicara (44)
8.Kita perlu mempunyai cara pemanasan sebelum mulai menulis; jika tidak, mencuci piring lantas menjadi hal terpenting di dunia-apa saja yang mengalihkan Anda dari menulis. Namun pada akhirnya, kita hanya mesti tutup mulut, duduk dan menulis (55)
9.Ada ungkapan Zen yang mengatakan: “Bicaralah ketika Anda bicara, berjalanlah ketika Anda berjalan, matilah ketika Anda mati.” Menulislah ketika Anda menulis. Berhentilah memerangi diri sendiri dengan rasa bersalah, tuduhan dan ancaman-ancaman (56)
10.Jadi inilah salah satu cara untuk melahirkan tulisan. Saya tidak punya rencana sebelum masuk ke dalam kelas itu. Saya mencoba untuk hadir, tanpa takut, terbuka dan situasilah yang memberi saya pokok pembicaraan. Saya tahu ini berlaku ke mana pun saya pergi. Caranya adalah dengan membuka hati (62)
11.Bagaimana cara memunculkan ide-ide tulisan, hal yang akan dituliskan ? Apa pun yang ada dihadapan Anda adalah awal yang baik. Kemudian bergeraklah ke semua jalan. Anda bisa pergi kemana saja (63)
12.Miliki apa pun yang Anda inginkan di dalam tulisan Anda dan kemudian biarkan dia pergi (64)
13.Jangan khawatir soal bakat atau kemampuan Anda: itu akan tumbuh seiring dengan latihan. Roshi Katagiri berkata: “Bakat itu seperti sumber air di bawah tanah.” Tak seorang pun yang memilikinya, tapi Anda boleh mengambilnya. Anda bisa mengambilnya dengan usaha Andaa dan dia akan mengalir ke arah Anda (65)
14.Orang justru sering mulai meulis dari mentalitas yang miskin. Mereka merasa kosong dan mereka kejar guru-guru serta kelas-kelas untuk belajar tentang menulis. Kita belajar dengan cara melakukannya (65)
15.Tulislah puisi yang bagus, kemudian biarkan puisi itu pergi. Terbitkan puisi itu, bacakan, dan teruslah menulis (69)
16.Rekamlah isi pikiran Anda sebagaimana yang mengalir melalui diri Anda. Latihan menulis akan melunakkan hati dan pikiran, membantu kita agar tetap luwes, sehingga pembedaan ketat antara apel dan susu, hari mau dan seledri, lenyap. (73)
17.Orang-orang mengatakan bahwa dia harus menjadi penulis, tapi setiap kali duduk untuk menulis, dia tidak bisa menghubungkan kata-kata di atas kertas dengan peristiwa atau perasaanya (75)
18.Dan karena inilah, saya pikir menulis itu religius. Ia membukakan diri Anda dan melunakkan hati Anda terhadap dunia yang tidak menarik (76)
19.Mulailah menulis dengan cara yang bodoh dan canggung seperti seekor binatang yang menjerit kesakitan, dan disana akan Anda temukan kecerdasan Anda, kata-kata Anda, suara Anda (76)
20.Biarkan dirimu menulis untuk beberapa lama. Pelajari apa menulis itu. “Menulis adalah keseluruhan kehidupan dan latihan yang banyak. Saya mengerti ketergesaannya. Kita ingin melakukan sesuatu berguna, mengarah ke suatu tujuan, mencapai sesuatu-”Aku sedang menulis buku.” (77)

Kreatif (2)

Kreatif

Hakekat: sesuatu yang baru
a. bentuk
b. bahan
c. warna
d. teknik

Agar
a. mencari : menggali, mengumpulkan
b. menemukan : mendapatkan
c. membuat : mewujudkan

Kendala
a. kurang motivasi
b. malas
c. takut
d. tidak dihargai
e. tidak percaya diri

Sumber
a. Lingkungan sekitar
b. Diri sendiri

Inspirasi
a. melihat
b. membaca
c. mengalami

Tujuan
a. olah jiwa
b. sosial

Selasa, 21 April 2009

8 Spirit Membaca

Saat ini saya ada diperpustakaan Kota Malang, di Jalan Ijen. Setiap kali saya berkunjung puluhan orang dari penduduk kota MAlang ada di perpus. Salah satu aktivitas menonjol adalah membaca buku. Akalau ada yang internetan hanya beberapa saja. Tetapi yang dominan adalah membaca.
Mulai anak kecil sampai mbah-embah. Semua membaca.
Selain itu ada juga aktivita mencatat.
Saya mendapat inspirasi tentang spirit membaca. Saya tidak tahu apakah orang-orang didepann saya mendapatan spirit membabaca apakah mereka menyadari bahwa ada spirit dari sebuah aktivitas membaca ?
Saya mendapat spirit membaca adalah sebagai berikut :
1. membaca itu mendengar
2. membaca itu makan
3. membaca itu mengisi
4. membaca itu jalan-jalan
5. membaca itu mengasah
6. membaca itu mengikis
7. membaca itu mencari
8. membaca itu memnggarami

itulah spirit membaca. Semoga spirit ini sedikit mencerahkan. Anda pun saat ini sedang mendengar saya, makan pikiran saya. Mengisi pikiran anda, jalan-jalan ke kota malang, mengasah imajinasi anda, mengikis keegoan, mencari yang anda cari, menggarami pikiran agar lebih terasa.
selamat membaca.. teruslah membaca

Perpus Malang,21 April 2009, 14.30

8 Spirit Menulis

Menulis menjadi hal biasa. Karena hal biasa orang mulai kehilangan spirit menulis. Menulis dimakna sebagai aktivitas mencurahkan, membahasatuliskan ide, gagasan, gambaran, angan-angan. Kegiatan ini sejatinya memiliki nilai yang dahsyat. Hanya tidak sediki orang mengalami masalah dengan kegitan tulis-menulis.
Salah satu kendala adalah sulitnya memulai. Huruf apa yang mau di tulis. Lalu, huruf apa kemudian, dan kalimat serta paragraf.
Saya menemukan spirit menulis kaitan dengan hal-hal diatas.
1. Menulis itu berbicara
2. menulis itu memasak
3. menulis itu membentuk
4. menulsi itu melempar
5. menulis itu mengendalikan
6. menulis itu mendaki
7. Menulis itu menjembatani

Saya masih belum menguraikan satu per satu. Ini tadi tadi saya dapat secara cuma-cuma. Maka segera saya ikat agar ide cuma-cuma ini tidak segera hilang percuma.
Selain menulis juga saya dapat, spirit membaca...

21 April 2009

Senin, 20 April 2009

Merajut Citra Diri

Publikasi Bupati Disoal. Dana publikasi atau pencitraan Bupati Blitar Herry Noegroho mulai menuai kritik. Beberapa kalangan mempertanyakan sumber dana pencitraan tersebut setahun bisa menelan Rp 200 juta, atau rata-rata Rp 50 juta per triwulan (h. 7). Ada juga judul lain, Sisyantoko : Pelopor Konservasi Modern Dengan Mikrohidro. .. Pria itu bukan hanya peduli terhadap kelangsungan ekosistem dan biota air, tapi juga aplikasi menjaga kondisi lingkungan dengan penerapan teknologi tepat guna yang dapat langsung dirasakan masyarakat (h. 9). Kedua berita tersebut bersumber dari Surya Senin, 30 Maret 2009.

Kedua judul tersebut menarik untuk dicermati. Ditengah arus modernisasi salah satu ciri yang menonjol adalah soal citra diri. Setiap individu menginginkan citra dirinya diakui oleh publik. Citra diri menjadi hal penting, berdasar kebutuhan manusia menurut Teori Maslow, salah satunya, aktualisasi diri. Yaitu, kebutuhan manusia agar leberadaan diri diakui oleh orang lain. Citra diri ada yang positif ada yang negatif. Citra diri positif dimaknai sebagai hal-hal baik atau tinggi yang dilihat, diketahui oleh publik. Citra diri negatif dimaknai sebagai individu yang “rendah”, miskin, tak mampu, orang biasa-biasa saja.

Ada banyak cara agar citra diri terbentuk sehingga menjadi “bangunan” diri positif di mata publik. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, Silsilah. Metode yang dipakai berdara keturunan. Yaitu menggunakan garis keturunan dari orang tua. Orang tua yang berasal dari golongan ningrat atau bangsawan maka dalam diri seseorang melakat citra diri. Citra diri ini diperoleh secara otomatis. Seperti penggunaan “label” Raden, atau Roro.

Selain dari keturunan, ada juga metode yang dipakai adalah pernikahan. Salah satu pihak baik laki-laki atau perempuan menikah dengan lawan jenis yang berasal dari keluarga kalangan berada atau bangsawan, pihak lain dari kalangan dibawahnya. Sehingga bagi pihak yang berada dari kelas yang rendah, maka citra dirinya pun mengalami mobilitas vertikal, statusnya meningkat.

Berkaitan dengan daya tahan citra diri di tengah arus modernisasi yang maju pesat, cara ini sangat tergantung dengan dinamika sosial masyarakat. Jika masyarakat kental dengan latar belakang keluarga menjadi penentu maka metode ini masih bisa langgeng. Tetapi, jika masyarakat mulai kurang memperhatikan latar belakang keluarga maka citra diri dengan cara ini lambat laun pasti tersisihkan bahkan ditinggalkan. Saat ini mulai sedikit orang yang menggunakan nama Raden Mas, atau pun Roro di depan nama.

Dengan perubahan yang pesat pula maka cara ini menghapi tantangan yang makin berat. Makin beratnya karena orang mulai sadar bahwa latar belakang keluarga munjadi faktor yang tidakmenentukan citra diri seseorang. Maka waktu-waktu ke depan makin sulit mendapatkan orang yang sederajat dalam citra dirinya. Bagi orang menganut paham ini sungguh sulit untuk bertahan pada prinsipnya. Maka solusi yang bisa diambil adalah mulai menggeser paradigma dinamika sosial. Yaitu membangun citra diri yang tidak berdasarkan latar belakang keluarga.

Cara kedua, Instan . Citra diri yang dibangun dengan cara instan adalah dengan menggunakan media. Media yang paling ampuh tapi cepat untuk membangun citra diri dengan publikasi. Publikasi yang dilakukan adalah memanfaatkan media cetak, audio-visual . Cara ini tepat karena manusia modern memiliki ketrgantuangan yangtinggi terhadap media. Baik lewat poster maupun spanduk dengan menampilkan dirinya di hadapab publik. Entah di pinggir jalan maupun dengan membentangkan spanduk di atas jalan raya. Belum lagi faktor penempatan letak, di area yang banyak dikunjungi orang, diperempatan jalan, dipersimbangan atau di daerah fasilitas publik.

Cara lainya melalui media adalah lewat media elektronik. Siapa yang bisa menguasi media elektorik maka sekian juta orang melihat citra diri. Media elektronik bisa menampilkan citra diri sesuai dengan kehendak diri. Sisi-sis kebaikan bisa dengan leluasa ditampilkan kepada publik. Tujuannya agar publik tahu betul sisi kebaikan. Sehingga citra diri melekat pada mata, dan pikiran publik. Belum lagi media cetak.

Kesadaran bahwa masyarakat mulai butuh membaca koran, maka media ini sangat strategis. Citra diri bisa dibangun lewat media cetak. Hanya media cetak hanya gambar yang mati. Beda dengan media elektronik gambar bergerak, “hidup.” Nampak menjadi sarana yang tepat untuk membangun citra diri. Bisa satu halaman “dibeli” hanya untuk menampilkan citra diri. Dan, bisa ditampilkan beberapa waktu. Demikian pula untuk media elektronik bisa ditayangakan sekian detik dan beberapa kali lalu pada jam berapa.

Cara ini sangat efektif terkait dengan jangkuan publik yang akan terbangun terhadap citra diri. Itu semua seiring sejalan dengan biaya yang mesti dikeluar. Bagi yang memiliki dana maka berapa pun, dikeluarkan dari kocek demi pencitraan.

Pencitraan dengan model ini bertahan sesuai dengan dana yang tersedia. Mengapa ? Karena berkaitan dengan lama dan berapa kali penayangan baik di media cetak maupun elektronik. Semakin lama dan sering penayangan maka publik, pencitraan diri makin melekat. Sisi negatif dari model ini daya tahannya seirama dengan dana yang ada. Jika ada terbatas maka pencitraan diri berhenti dan selesai. Maka model ini pencitraan dirinya bersifat sementara.

Karena betsifat sementara maka tantangannya adalah biaya publikasi yang makin mahal. Sehingga mahalnya biaya pencitraan seiringan dengan kelangsungan pencitraan. Biaya tayang di media elektronik mahal. Karena jangkauannya luas dan menyebar. Hampir di setiap rumah pasti ada media elektronik. Bahkan dalam satu keluarga banyak yang memiliki lebih dari satu media elektronik. Ini makin menambah mahal biaya publikasi.

Juga media cetak. Biaya kertas yang mahal ikut mempengaruhi meningkatnaya biaya publikasi di medua cetak. Yang membedakan media cetak dengan elektronik tentunya dalam hal penggambaran. Media cetak gambarnya “mati” (tidak bergerak), sedangkan media elektronik gambarnya “hidup” (bergerak). Itu pula yang menyebabkan pencitraan media elektronik lebih mahal daripada media cetak.

Solusi yang dapat dilakukan dalam pencitraan diri lewat cara instan adalah menambah modal untuk pembiayaan pencitraan diri. Jika tidak cukup dana maka pencitraan diri berhenti, dan terlupakan publik.

Perjuangan merupakan cara ketiga dalam upaya pencitraan diri. Dalam jaman modern, setiap orang berlomba dalam pencitraan diri. Mulai anak-anak sampai orang dewasa bahkan orang tua. Makin banyak ajang festival, atau pun kompetisi yangdiadakan oleh media elektronik. Mulai dari lombamenyanyi sampai dengan membuat makanan aneh. Itu semua merupakan cara untuk pencitraan diri.

Bagaimana caranya? Siapa yang menjadi pemenang itulah citra diri seseorang berkaitan dengan produk tertentu. Para pemenang tentulah yang terbaik dari sekianbanyak peserta. Dan mampu menampilkan performence yang jauh lebih baik dari lawan-lawannya. Itulah yang menyebabkan ajang kompetsi menjadi hal menarik dalam proses pencitraan diri.

Dalam ketahanan pencitraan diri, cara ini sangat tergantung kontrak kerja. Setiap pemenang tentu memasuki tahapan kontrak dengan produk tertentu. Maka pemenang diwajibkan aktif mencitrakan diri sesuai dengan produk tertentu. Jika masa kontrak habis maka pencitraan diri pun selesai dan tergantikan pemenang lain.

Cara yang dapat ditempuh agar pencitraan diri model perjuangan bertahan lama yaitu kolaborasi. Kolaborasi antara pemenang lama dengan pemenang baru. Tujuannya agar pemenang lama terus dilibatkan pencitraan diri.

Cara keempat yang dapat dipakai sebagai pencitraan diri. Model ini dilatarbelakangi pemikiran bahwa perbuat baik dan bermanfaat bagi hidup orang lain dan diri sendiri. Ini yangmembedakan diantara model sebelumnya. Yang dilakukan berdasarkan refleksi kondisi sekitar. Lalu memunculkan ide “bagaimana saya dapat berbuat sesuatu”. Inilah yang menjadi pendorong berbuat baik dan bermanfaat bagi kelangsungan hidup.

Karena berkarya dengan niat baik dan bermanfaat maka awalnya membutuhkan kerja keras bahkan seorang diri. Karena bisa jadi oleh orang sekitar sebagai tindakan “gila” “edan”. Tetapi itulah kejelian dan kecermatan kondisi sekitar yang membutuhkan karya baik dan bermanfaat.

Manfaat yang menyangkut kelangsungan hidup dan dirasakan orang banyak maka melekat dalam diri individu atas suatu karya. Dan setiap orang dapat melihat, merasakan karya baik tersebut. Maka melekat kuat dalam benak setiap orang di sekitarnya. Banyak orang yang mendapat manfaat meski lambat namun pasti, orang yang dulunya tidak percaya mulai mengakui bahkan memberikan penghargaan.

Penghargaan itulah sebagai tanda dari pencitraan diri. Pencitraan diri dengan karya baik dan bermanfaat merupakan bukti otentik dan nyata yang bertahan lama.

Namun kendala yang dihadapi adalah tantangan yang makin berat. Hambatan dan persoalan makin kompleks. Meski kendalam berat namun perjalan membuktikan mampu mengatasi, menyelesaikan rintangan selama berkarya. Maka mentalnya yang terbangun kuat karena telah mampu menyelesaikan hambatan dengan berbagai macam cara.

Maka jika ada kendala bukan hal baru bahkan asing, karena sudah terbiasa. Solusi dalam menghadapi adalah terus dan terus berkarya maka secara langsung proses pencitraan diri “hidup”.


Penutup
Silahkan diamati citra diri yang saya rajut termasuk tipe yang mana. Atau mau menambahi tipe merajut ditra diri yang lain ? Monggo ...

Jumat, 17 April 2009

Alirkan Jati Dirimu

Selain aktivitas rutin dalam keseharian, ada hal istimewa dari perjalanan beberapa hari lalu. Saya mengurangi aktivitas di luar rumah. Biasanya beraktivitas di luar rumah waktu lalu tidak.

Alirkan Jati Dirimu (Natalie Goldberg-Esai-Esai Ringan untuk Meruntuhkan Tembok Kemalasan Menulis, MLC, Bandung, 2005). Judul buku itu mampu “mengerem” saya untuk beraktivitas luar rumah.

Bagi saya judl itu merupakan “magnet”, karena mampu membuat saya ingin membaca kata demi kata, kalimat demi kalimat ada dalam buku. Untuk kesekian kalinya saya begitu “on” membaca buku itu.

Saya mendapat beberapa hal dari buku tersebut baik berupa inspirasi, peneguhan, jawaban, ide segar. Saat ini saya masih belum banyak membagikan, karena semua masih ada dalam benak. Saya masih kesulitan untuk mengungkapkannya secara bahasa tulis tetapi buku ini bagi saya “dapet” istilah Pak Kanisius Narumore.

Sekilas saya bisa ungkapkan bahwa dalam buku tersebut mengungkapkan kesejatian diri. Menarim bagi saya, karena beberapa waktu lalu kami membuat spanduk dengan tema Kesejatian Diri.Maka ada kesinergisan, ada kekuatan untuk saling bertumbukan dalam suatu ide.
Kedua, berkaitan dengan mengolah materi tema menulis. Saya dulu, mengalami kesulitan untuk menghubungkan literatur. Beberapa waktu lalu, saya mulai bisa menghubungkan ide dengan literatur. Setelah saya membaca buku ini, kekuatan sejatinya bersumber dari dalam, bukan dari luar. Ide, spirit itulah yang memiliki kekuatan, sedangkan literatur menjadi pendukung keilmiahan. Maka saya bersyukur mendapatkan kombinasi dahsyat, bahwa saya sudah membangun kekuatan dari dalam dan dilengkapi dengan literatur.

Itu sebaagian kecil dari hal-hal yang saya dapat dari membaca buku Alirkan Jati Dirimu. Asal-usul buku tersebut merupakan pinjaman dari Pak Kanisius Narumore. Awalnya Pak Kanis mengatakan bahwa, perlu menambah spirit dalam kepenulisan. Saya punya buku, silahkan dibaca.

Terima Kasih Pak Kanisius Narumore

Oh Ya... saya mau mengajukan naskah buku ke MLC dengan alamat penerbit@mizanlc.com

Dongeng Audio

Aku punya aktivitas baru. Baru sepenuhnya, tidak juga. Aktivitas ini pernah aku lakukan sekitan tahun lalu. Aktivitas ini saya lakukan dalam kelas sesaat sebelum pelajaran di mulai.

Tahun lalu setiap saya sebelum mengajar Sosiologi sering membacakan dongeng. Dan, dongeng tersebut ada tahapan-tahapannya.

Setelah anak-anak memberikan salam, saya mengajak mereka untuk menghentikan seluruh aktivitas. Yang sedang bicara-bicara, sedang menulis-nulis atau pun yang lainnya. Yang ajak untuk berhenti sejenak.

Lalu, saya ajak mereka untuk memposisikan duduk yang enak. Saya sampaikan bahwa saya akan membacakan dongeng. “saya bacakan dongeng saat hitungan ke-sepuluh.” Silahkan semua memejamkan mata. Sekali lagi selama masih ada yang terbuka matanya belum saya mulai. “Satu...dua...tiga...empat...., sembilan..” (Dongeng dibacakan...)

Karena sering saya lakukan, dari sekian banyak siswa ada yang bertanya “pak nggak dongeng..? Oh yaa...” Terima kasih saya diingatkan, seingat saya namanya Josep Rizki. Juga ada yang memberi komentar dari sebuah dongeng yang pernah saya bacakan, Andrew namanya.

Kumpulan dongeng yang saya punya, entah dimana, saya lupa meletakkannya. Dongeng tersebut sudah saya dokumentasi seadanya. Saat itu, saya kumpulkan dari majalah Intisari. Kebetulan sekolah berlangganan.

Saya sebelum akhirnya mendokumentasikan, saya suka membaca Intisari khususnya mengumpulkan kalimat-kalimat bijak. Kalimat bijak yang ada dibagian bawah. Ternyata dalam perkembangannya, saya iseng-iseng membaca halaman LENTERA yang ada di bagian belakang.

Beberapa judul saya baca, dan bagus ceritanya. Cerita tentang inspirasi. Lalu, entah bagaimana ceritanya, setelah sekian lama, saya ingin mengumpulkan cerita-cerita tersebut.

Saya cari-cari lagi Intisari di perpustakaan sekolah. Saya pilah-pilah, saya pilih. Lalu, saya foto copy, dapat banyak saat itu. Saya lupa, habis berapa foto copy. Terus, saya format setengah halaman folio, saya tempel di kertas folio bekas. Kemudian, saya streples. Jadi dech...

Beberapa waktu lalu, saya punya ide. Bagaimana caranya agar tidak selalu membacakan dongeng. Itu yang selalu saya carikan cara. Pertama, harus rekaman. Sementara, tidak punya peralatan rekaman. Itu kebutuhan mutlak. Sehingga cukup membaca sekali, lalu, bisa diputar dimana-mana. Saya tidak perlu membacakan terus. Sekali rekam dapat banyak hal.

Terima kasih... puji Tuhan Yesus. Saya ingat punya Tape rekam. Tape yang saya beli tahun 2007. Tape itu biasa dipakai mainan oleh Mario. Saya dapat ide saat Mario biacara-bicara di tape tersebut di depan televisi. Lalu, saat diputar ulang saya dengarkan perpaduan suara Mario dan musik dari televisi.

Dari situlah muncul ide. Oh yaa... saya punya lap top yang bisa dipakai memutar musik. Naaahh... munculah gagasan menggabungkan suara saya dengan instrumen dari lap top.

Pertama-tama saya kesulitan. Percobaan pertama, saya merekam dongeng sampai lima dongeng masih belum pas. Percobaan yang ke tujuh baru “dapet”. Untuk kaset C-60 side A mampu menampung lima dongeng sudah ada ilustrasi intrumennya. Saya belum tahu bagaimana cara memindahkan dari kaset ke file digital..

Dongeng dari Intisari ada beberapa saya tambah dan kurangi agar pas dan enak didengar menurut saya. Terima kasih.. terima kasih... Sang Kreativitas, Kehidupan, Mario, Intisari.

Dibawah ini judul-judul yang sudah saya jadikan Dongeng Audio (Tape):

1.Telapak Kaki di Pasir (Intisari, Juni 2005)
2.Sopir dan Penumpang (Intisari, Januari 2004)
3.Kalau Saja ... (Intisari, Juni 2008)
4.Topeng Bertuah (Intisari, Juli 2008)
5.Efek Placebo (Intisari, Desember 2008)

Malang, 9 April 2009

Kemajuan dalam Menulis

Selama ini dalam proses penulisan saya mendapat kesulitan. Kesulitan yang dapat adalah mengkorelasikan dari apa yang saya baca dengan angan-angan. Sehingga yang terjadi saya tetap terus mengalirkan angan-angan tulisan dengan apa adanya.

Selama ini saya terus menulis dengan gaya saya “mengalirkan” angan-angan dalam berbagai tulisan. Saya mendapat pengalam menarik selama liburan.

Saya mengalami kemajuan dengan membuat tulisan yang mengkorelasikan beberapa bacaan. Saat itu saya membuat tulisan tentang SDM. SDM yang selama ini dipanjangkan menjadi Sumber Daya Manusia, saya olah sedikit menjadi Sumber Daya Mengkreatifkan.

Ide kalimat tersebut mencul begitu saja. Ide yang belum pernah digagas. Beberpa bulan lalu saya membeli buku “Kecerdasan Kreatif”. Dari bacaan tersebut pikiran saya dibuat terus bergerak-gerak tentang potensi-potensi manusia yang sangat dahsyat.

Lalu saat saya berbincang-bincang dengan Pak Kanisnarumore sampai tentang kreativitas. Beliau meminjami saya buku berjudul Kreativitas punya Kanisius, 1994. Dan, dalam perbincangan ditemukan titik temu antara Kecerdasan Kreatif dengan Kreativitas. Saya terus digerakkan dengan kreativitas. Yang sangat mempengaruhi adalah pola pikir “Out of The Box.”

Dan, saya punya sedikit kesenangan membaca pengalaman orang yang menginspirasi. Yang saya dapat di tabloid khususnya NYATA. Ada juga di KOMPAS halaman Sosok.

Dari berbadai data yang ada dan pernah saya baca, saya dimampukan untuk menggabungkan, merangkai dan menyusunnya. Dan yang berkesan adalah energi yang “on” untuk membuat tulisan tersebut.

Kerena begitu “on” maka sampai saya menulis sampai 21.000 karakter. Sungguh prestasi tersendiri dalam pencapain karekater. Karena paling banyak selama ini 15.000 karakter. Saya merangkai dari Kompas dan dua buku kreatif.

Naskah tersebut sudah saya kirimkan ke satu malajah di Jakarta. Saya berkreatif saya Malam Jum'at Agung.

Kreatifitas

“Mencari, menemukan sendiri” (kreatif, Julius Chandra, kanisius, h. 185, 1994) Kata tersebut mengingatkan saya sekitar tahun 1996-1997. Kata tersebut muncul saat saya menyelesaian bukaan bacaan.
Buku tersebut miliki Bapak Kanisius Narumore, Kepala SMAK Santa Maria Malang. Buku tersebut dipinjamkan saya tanggal 8 April 2009.
Apa yang menarik ? Sungguh kata tersebut mengingatkan saya saat saya ada di Kota Bekasi. Tujuan saya ke Bekasi adalah mencari pekerjaan. Selama satu bulan saya menginap di rumah teman panggilannya, Acil. Makan, tidur, cuci baju sendiri. Saat itu saya masih berpacaran.
Selama di Bekasi saya mencoba beberapa tempat untuk melamar pekerjaan. Saya mencoba di HERO swalayan di Kota Kerawang. Dan, pertokoaan. Hasilnya, nihil. GAGAL !
Selama di sana saya menjumpai banyak orang-orang baru. Kehidupan di sana sangat keras. Jalan raya padat. Seingat saya, tinggal di perumahan Margahayu. Ada teman yang saya ingat teman namanya NICO. Anak batak. Nggaak tahu sekarang dimana.
Kalau Acill sendiri sudah menikah sekarang. Tinggal di Solo sama keluarga dan anaknya.
Setelah beberapa lama tinggal di rumah Acil, saya bersama beberapa teman menempai rumah baru. Ada rumah kosong yang bisa di tempati. Masih dikota Bekasi. Selama perjalan di sana saya membawa buku cacatan harian.
Yang saya ingat sampai sekarang dari banyak kata-kata tersebut : “Hidup adalah mencari untuk menemukan.” Saat saya membaca buku Kreativitas peneguhan muncul. Dan, saya mendapatkan pengalaman apa yang saya tuliskan dulu ada juga orang yang menuliskan. Jika dihitung waktu, buku diterbitkan tahun 1994. Saya menulis di catatan harian 1997. ada selisih 3 tahun. Lalu, pada tahun 2009 “dipertemukan” butuh waktu 15 tahun. ...
Yang menarik, dari bacaan selain proses kreativitas yaitu, bisa jadi ide kita saat ini tidak dapat diterima oleh masyarakat tapi butuh waktu beberapa saat yang tepat. Masyarakat perlu waktu untuk menerima sebuah ide. Maka terus menulis, terus menebarkan ide lewat tulisan dimana pun. Tidak ada yang sia-sia !
Kreativitas selalu memantulkan gelombang secara acak yang tak bisa diduga. Terima kasih gelombang yang mempertemukan !!!

Yang Dicari-Diberi

Semalaman(13/4,09), saya dapat ide menulis tentang “Menulis.” Saya cari-cari dan saya temukan. Selama “perjalanan” tersebut sangat asyik. Mood dapat, bahan ada. Mengalir ...mengalir terus. Saya belum menemukan tulisan yang saya buat ini. Akhirnya rancangan yang saya buat melalui beberapa tahap.

Tahap pertama, membaca. Dengan membaca maka kita dapat berbagai hal. Dari berbahai hal inilah menjadi bahan untuk memunculkan ide menulis. Tahap, kedua, membaca lagi. Membaca lagi tujuannya untuk mengumpulkan berbagai data. Data yang sebelumnya acak, sekarang mulai dikumpulkan. Pengumpulan ini sebanyak-banyaknya. Tahap, ketiga. Kategorisasi. Tahap ini lebih menyempitkan dalam bentuk kategorisasi. Dalam banyak bahan dikategorikan sesuai dengan kebutuhan untuk mewujudkan ide. Tahap, keempat mulai membuat kerangka. Kerangka dimaksudkan desain tulisan yang hendak kita buat. Desain ini sangat membuat untuk membuat alur penulisan. Tahap, kelima, kerangka jadi. Membuat ulang (Redesain) secara lebih baik dan halus. Ini sangat membantu. Dalam pembuatan tulisan.

Bagi saya ini menjadi moment penting dan mengesankan, karena apa yang saya angan-angankan dimunculkan. Apa yang saya cari diberi. Dan proses kreatif “mengalir”.

Jumat, 03 April 2009

Ban Kempes

Saat pulang sekolah, motor saya jalannya gak nyaman. ternyata kurang angin. Meski nggak nyaman tetap saya naiki untuk cari tukang ban. beberapa meter jalan tidak ada yang buka. Ada langganan, bengkelnya tutup. Maka jalan beberapa meter ke depan.

Akhirnya saya dapatkan bengkel. Lalu, tukang ban ngecek ternyata ban dalam lobang kecil-kecil di beberapa tempat. Tidak mungkin di tambal. Maka harus ganti ban dalam. Digantilah dengan ban dalam baru.

Setelah beberapa saat akhirnya selesailah proses ganti ban dalam. Saya pulang ke rumah. Istirahat dan melakukan beberapa aktivitas.

Lalu, petang menjelang malam saya pergi ke rumah teman jam 20.15. Teman saya sakit, tempat tinggalnya ada di daerah Dieng. Saya menjenguk dan ngobrol sampai jam 22.00.

Saya pamit pulang. Pas, mengangkat motor, saya lihat ada yang tidak beres, tanpa sepengetahuan teman saya, ban saya anginnya berkurang. Tidak ada pilihan lain saya harus pulang meski ban anginnya berkurang.

Sampai di perempatan Dieng masing ada angin. Jalan lagi sampai di perempatan kawi. Kempes-pes. Biasanya di perempatan yang tukang ban, malam itu tidak ada. Memang karena sudah malam.
Dari pada pulang besok pagi malah kesulitan cari tukang ban. Meski didekat rumah ada, namun saya tetap cari malam itu juga. Saya kendarai saja motor dalam keadaan ban kempes-pes. Setelah berjalan beberapa meter akhirnya saya dapatkan dan temukan juga.

Sambil mengecek ban saya dengan tukang ban ngobrol ke sana kemari. Jujur, selama saya mengendarai motor dalam keadaan kempes, ada pertanyaan kecil "ada pesan apa dari peristiwa ini."

Dalam obrolan yang kesana kemari. saya dapat "sesuatu yang bernilai." Kalimat yang meluncur secara spontar dari pak tua tukang tambal ban saya melekat dalam benak saya "nrimo ing rejeki klayan sabar.. gak usah gampang kemrungsung marang liyan..."

Yang pertama saya jengkel. Saya malah berterima kasih atas peristiwa ini ..karena saya dapat pesan hikamt yang dahsyat... GBU