Selasa, 08 April 2008

S/S-GCM-119

Sisa dan sisih hampir sama, sedikit beda bahkan tipis jedanya. Itu dalam kacamata harafiah. Namun dalam tinjauan Mata Iman sangat beda. Pijakannya sangat berbeda bahkan jauh. Hasilnya pun beda.

Saya-Anda makan kue. Lalu, apa yang masih ada itulah sisa. Yang namanya sisa, artinya orang lain nomor dua setelah diri saya dan Anda. Yang namanya orang lain nomor dua artinya saya dan Anda lebih didahulukan. Jika saya dan Anda mendahulukan diri sendiri maka namanya egois dalam tinjauan psikososial.

Itu dalam tataran manusiawi yang sama-sama penuh dosa. Jika dengan orang tua, namanya tidak sopan. Orang tua koq diberi sisa!

Apa yang terjadi dalam ranah relasi kita dengan Allah di surga? Allah Bapa kita beri sisa yang punya. Kita mementingkan diri sendiri. Kita lupa dengan Allah Bapa. Allah Bapa, kita nomor duakan. Kita lupa diri bahwa apa yang kita punyai, apa pun berasal dari Allah Bapa, bukan dari kita.

Lain halnya, dengan sisih. Sisihkan. Menyisihkan. Menyisihkan dimaknai, dari yang kita punya, kita terlebih dahulu mengambil untuk orang. Kemudian, apa yang masih ada untuk kita.

Pun demikian, kita saat berelasi dengan Allah. Apa yang kita punya lebih dahulu kita ambilkan untuk Allah Bapa. Lalu dari yang ada untuk kepentingan kita. Berarti kita mendahulukan Allah Bapa daripada diri sendiri.

Allah Bapa tentu sangat menghargai sikap yang kedua. Karena Allah Bapa tidak mau di nomor duakan. Allah Bapa sangat pencemburu.

Marilah kita menyisihkan bagi Allah bukan menyisakan untuk Allah.

Tidak ada komentar: