Jumat, 17 April 2009

Dongeng Audio

Aku punya aktivitas baru. Baru sepenuhnya, tidak juga. Aktivitas ini pernah aku lakukan sekitan tahun lalu. Aktivitas ini saya lakukan dalam kelas sesaat sebelum pelajaran di mulai.

Tahun lalu setiap saya sebelum mengajar Sosiologi sering membacakan dongeng. Dan, dongeng tersebut ada tahapan-tahapannya.

Setelah anak-anak memberikan salam, saya mengajak mereka untuk menghentikan seluruh aktivitas. Yang sedang bicara-bicara, sedang menulis-nulis atau pun yang lainnya. Yang ajak untuk berhenti sejenak.

Lalu, saya ajak mereka untuk memposisikan duduk yang enak. Saya sampaikan bahwa saya akan membacakan dongeng. “saya bacakan dongeng saat hitungan ke-sepuluh.” Silahkan semua memejamkan mata. Sekali lagi selama masih ada yang terbuka matanya belum saya mulai. “Satu...dua...tiga...empat...., sembilan..” (Dongeng dibacakan...)

Karena sering saya lakukan, dari sekian banyak siswa ada yang bertanya “pak nggak dongeng..? Oh yaa...” Terima kasih saya diingatkan, seingat saya namanya Josep Rizki. Juga ada yang memberi komentar dari sebuah dongeng yang pernah saya bacakan, Andrew namanya.

Kumpulan dongeng yang saya punya, entah dimana, saya lupa meletakkannya. Dongeng tersebut sudah saya dokumentasi seadanya. Saat itu, saya kumpulkan dari majalah Intisari. Kebetulan sekolah berlangganan.

Saya sebelum akhirnya mendokumentasikan, saya suka membaca Intisari khususnya mengumpulkan kalimat-kalimat bijak. Kalimat bijak yang ada dibagian bawah. Ternyata dalam perkembangannya, saya iseng-iseng membaca halaman LENTERA yang ada di bagian belakang.

Beberapa judul saya baca, dan bagus ceritanya. Cerita tentang inspirasi. Lalu, entah bagaimana ceritanya, setelah sekian lama, saya ingin mengumpulkan cerita-cerita tersebut.

Saya cari-cari lagi Intisari di perpustakaan sekolah. Saya pilah-pilah, saya pilih. Lalu, saya foto copy, dapat banyak saat itu. Saya lupa, habis berapa foto copy. Terus, saya format setengah halaman folio, saya tempel di kertas folio bekas. Kemudian, saya streples. Jadi dech...

Beberapa waktu lalu, saya punya ide. Bagaimana caranya agar tidak selalu membacakan dongeng. Itu yang selalu saya carikan cara. Pertama, harus rekaman. Sementara, tidak punya peralatan rekaman. Itu kebutuhan mutlak. Sehingga cukup membaca sekali, lalu, bisa diputar dimana-mana. Saya tidak perlu membacakan terus. Sekali rekam dapat banyak hal.

Terima kasih... puji Tuhan Yesus. Saya ingat punya Tape rekam. Tape yang saya beli tahun 2007. Tape itu biasa dipakai mainan oleh Mario. Saya dapat ide saat Mario biacara-bicara di tape tersebut di depan televisi. Lalu, saat diputar ulang saya dengarkan perpaduan suara Mario dan musik dari televisi.

Dari situlah muncul ide. Oh yaa... saya punya lap top yang bisa dipakai memutar musik. Naaahh... munculah gagasan menggabungkan suara saya dengan instrumen dari lap top.

Pertama-tama saya kesulitan. Percobaan pertama, saya merekam dongeng sampai lima dongeng masih belum pas. Percobaan yang ke tujuh baru “dapet”. Untuk kaset C-60 side A mampu menampung lima dongeng sudah ada ilustrasi intrumennya. Saya belum tahu bagaimana cara memindahkan dari kaset ke file digital..

Dongeng dari Intisari ada beberapa saya tambah dan kurangi agar pas dan enak didengar menurut saya. Terima kasih.. terima kasih... Sang Kreativitas, Kehidupan, Mario, Intisari.

Dibawah ini judul-judul yang sudah saya jadikan Dongeng Audio (Tape):

1.Telapak Kaki di Pasir (Intisari, Juni 2005)
2.Sopir dan Penumpang (Intisari, Januari 2004)
3.Kalau Saja ... (Intisari, Juni 2008)
4.Topeng Bertuah (Intisari, Juli 2008)
5.Efek Placebo (Intisari, Desember 2008)

Malang, 9 April 2009

Tidak ada komentar: