Senin, 09 Februari 2009

Hakim Benteng Perlindungan Hutan *)

Redaksi Yth,
Ada yang menarik tentang pemberitaan di media massa mengenai daftar vonis kasus pembalakan liar, yakni adanya ketimpangan yang sangat tajam antara tuntutan dan vonis. Tuntutan sekitar 5-7 tahun denda Rp 5-25 juta, tetapi vonis yang dijatuhkan sembilan bulan–tiga tahun, sedangkan 24 nama terdakwa dengan peran berbeda-beda. Yang paling banyak divonis adalah nakhoda, 12 orang. Pemodal atau pemilik kayu ada tujuh orang, sedangkan dari pejabat ada lima orang.
Tampak bahwa dari variabel di atas jelas ada jaringan yang pas, pejabat dengan kuasa yang disalahgunakan, pemilik modal yang mampu membiayai dan operator atau pelaku yaitu nakhoda.
Vonis yang dijatuhkan tidak berpengaruh bagi kelangsungan kondisi alam. Pohon-pohon yang sudah ditebang dengan vonis yang dijatuhkan sangat tidak seimbang. Terlebih vonis yang dijatuhkan pun hanya beberapa bulan saja sehingga hakim seharusnya memerhatikan sisi pulihnya kondisi alam. Sebelum menjatuhkan vonis, hakim perlu mempelajari butuh waktu berapa lama tanaman bisa sebesar pohon yang ditebang.
Hakim sebetulnya mampu berperan aktif dalam menjaga lingkungan alam (hutan) dari pembalakan liar. Yang dapat dilakukan adalah memperluas pertimbangan bukan hanya dari sisi administrasi dan fakta hukum saja, tetapi juga fakta keberlangsungan alam. Jika para hakim dijuluki benteng hukum maka hakim pun jadi benteng perlindungan hutan melalui vonis. Jika vonisnya hanya beberapa bulan saja dapat dipastikan para pelaku tidak akan gentar melakukan pembalakan lagi.

Kukuh Widyatmoko
Warga Epistoholik Indonesia
Jalan Janti Barat C dalam 3
Malang 65148.
*) dimuat di Sinar Harapan 17 Januari 2009

Tidak ada komentar: